Pendahuluan
Bagaimana cara mengukur erupsi gunung api? Pernah memperhatikan bagaimana reporter melaporkan erupsi gunung api?
Biasanya saat terjadi erupsi gunung api beberapa hal yang paling sering dilaporkan adalah: (1) tinggi kolom erupsi dan warna awan erupsi, (2) durasi erupsi, (3) produk erupsi, jangkauan dan arahnya.
Ada yang lain?
Sebenarnya ada beberapa sistem yang bisa digunakan untuk karaterisasi erupsi. Mari kita lihat.
1. Lacroix classification system (baca: la-croy)
Di-propose oleh Francois-Antoine Alfred Lacroix (1863-1948), meliputi empat (4) tipe erupsi utama yang dinamai sesuai dengan gunung api tipe-nya:
(1) Hawaiian, (2) Strombolian, (3) Pelean, dan (4) Vulcanian.
Parameter yang digunakan antara lain: (1) apakah produknya lebih banyak efusif/eksplosif, (2) tipe ejekta, vent, dan pola erupsi.
Silakan periksa Lockwood dan Hazlett (2010) hal 118 untuk melihat detil bagaimana klasifikasi Lacroix dimodifikasi untuk membedakan keempat tipe erupsi tersebut. Pada akhirnya, yang banyak dipakai (dari paling tidak eksplosif ke yang paling eksplosif, dijelaskan dengan skala VEI yang berbeda): (1) Hawaiian, VEI 0-2, (2) Strombolian, VEI 1-3, (3) Vulcanian, VEI 2-5, dan (4) Plinian, VEI 4-8.
2. Rittmann diagram
Di-propose Alfred Rittmann (1962), berupa semi kuantitatif diagram yang membedakan dua extreme end member tipe erupsi, i.e. efusif dan eksplosif.
Diagram di atas berguna sekali untuk erupsi yang sifatnya berumur panjang dan lebih dari satu fase. Dua parameter yang digunakan: (1) fountain/column height dan (2) waktu.
3. Geze diagram (1964)
Versi sederhana dari Lacroix dengan mempertimbangkan proporsi tiga produk utama: (1) liquid, (2) solid, dan (3) gas. (Ingat cara membaca ternary diagram di kelas petrologi.)
Please note, di diagram di atas juga melingkupi explosivity spectrum dari Hawaiian ke Plinian.
2. Walker classification system (1973)
Merupakan modifikasi dari versi yang lebih awal di-propose oleh Tsuya dan Morimoto (1963). Sistem ini bergantung kepada pengukuran langsung endapan vulkanik di lapangan, jadi bisa diterapkan bahkan untuk erupsi yang sudah terjadi di masa lampau. Faktor yang digunakan adalah D (dispersal area, sq km) yang diukur dengan membuat peta isopach (kontur ketebalan endapan) dan F (degree of fragmentation). Untuk menentukan F, sampel tephra diambil di posisi 0.01 Tmax peta isopach, terjauh dari vent. Tephra ini kemudian diayak untuk menentukan persen berat fragmen yang berdiameter kurang dar 1 mm.
To put it in simple words, semakin besar F, erupsi semakin eksplosif. Hal ini terkait dengan kandungan volatil dalam magma (akan semakin banyak kalau magma bertemu dengan air).
Trend 2a dan 2b mengacu pada erupsi basaltik dan erupsi magma kaya silika, secara berturut-turut.
Selanjutnya, seri erupsi eksplosif dibagi menjadi 3 bahasan utama, antara lain:
1) VEI
Comentarios